MODEL DAN
ORGANISASI PENGEMBANGAN KURIKULUM
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pengembangan
kurikulum tidak dapat lepas
dari berbagai aspek
yang
mempengaruhinya,
seperti cara berpikir, sistem nilai (nilai moral, keagamaan, politik,
budaya, dan
sosial), proses pengembangan,
kebutuhan peserta didik,
kebutuhan
masyarakat maupun
arah program pendidikan.
Aspek-aspek tersebut akan menjadi
bahan yang perlu
dipertimbangkan dalam suatu pengembangan kurikulum.
Model
pengembangan kurikulum
merupakan suatu alternative prosedur
dalam rangka
mendesain (design), menerapkan
(implementation), dan mengevaluasi
(evaluation)
suatu
kurikulum. Oleh karena
itu, model pengembangan kurikulum harus
dapat
menggambarkan
suatu proses sistem perencanaan pembelajaran yang dapat memenuhi
berbagai
kebutuhan dan standar keberhasilan pendidikan.
Dalam praktik pengembangan kurikulum
sering terjadi kecenderungan
hanya
menekankan pada
pemenuhan mata pealajaran. Astinya
isi atau materi yang harus
dipelajari peserta didik
hanya berpusat pada disiplin ilmu yang terstruktur, sistematis
dan logis,
sehingga mengabaikan pengetahuan dan kemampuan aktual yang dibutuhkan
sejalan
perkembangan masyarakat.
Salah satu aspek yang perlu dipahami dalam
pengembangan kurikulum adalah
aspek yang
berkaitan denga organisasi
kurikulum. Organisasi kurikulum
berkaitan
dengan pengaturan
bahan pelajaran, yang selanjutnya memiliki
dampak terhadap
masalah administrative pelaksanaan
proses pembelajaran, tean teaching misalnya
(Olivia, 1992: 285 dalam Ruhimat,
T. dkk, 2009: 83).
Organisasi kurikulum bukan
masalah manajerial
lembaga pendidikan. Organisasi
kurikulum merupakan pola
atau
desain bahan/ isi
kurikulum yang tujuannnya
untuk mempermudah siswa dalam
mepelajari bahan
pelajaran serta mempermudah
siswa dalam melakukan
kegiatan
belajar,
sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif.
1
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan
masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Apakah pengertian model
perkembangan kurikulum?
2. Apa saja jenis model
perkembangan kurikulum?
3. Bagaimana perbandingan
model-model perkembangan kurikulum?
4. Apa perngertian dan
sebagaimana pentingnya organisasi kurikulum?
5. Apa saja bentuk-bentuk
organisasi kurikulum?
6. Apa saja kelebihan dan
kekurangan dari masing-masing organisasi kurikulum?
C. TUJUAN PEMBAHASAN
1. Menjelaskan pengertian
model pengembangan kurikulum.
2. Menjelaskan berbagai
jenis model pengembangan kurikulum.
3. Membandingkan
model-model pengembangan kurikulum.
4. Menjelaskan pengertian
dan pentingnya organisasi kurikulum.
5. Menjelaskan
bentuk-bentuk organisasi kurikulum.
6. Menganalisis kelebihan dan
kekurangan dari masing-masing
organisasi
kurikulum.
2
MODEL
PENGEMBANGAN DAN ORGANISASI KURIKULUM
A. MODEL-MODEL
PENGEMBANGAN KURIKULUM
Model pengembangan
kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur
dalam
rangka mendesain (designing), menerapkan (implementation), dan
mengevaluasi
(evaluation) suatu kurikulum. Oleh karena
itu, model pengembangan kurikulum harus
dapat menggambarkan
suatu proses sistem perencanaan
pembelajaran yang dapat
memenuhi
berbagai kebutuhan dan standar keberhasilan pendidikan. (Ruhimat, T. dkk
2009: 74).
Pengembangan
kurikulum perlu dilakukan dengan berlandaskan pada teori yang
tepat agar
kurikulum yang berhasil bisa
efektif. Seperti dalam
pernyataan di atas,
bahwasanya model pengembangan kurikulum merupakan alternatif dalam mendesain,
menerapkan dan
mengevaluasi serta tindak lanjut dalam pembelajaran. Banyak model
pengembangan kurikulum
yang telah ada, dan
masing-masing dari model
pengembangan kurikulum memiliki karakteristik yang sama,
yang mengacu berbasis
pada tujuan
yang akan dicapai dalam
kurikulum tersebut, seperti
alternatif yang
menekankan pada
kebutuhan mata pelajaran, peserta
didik, penguasaan kompetensi
suatu
pekerjaan, kebutuhan masyarakat atau permasalahan sosial.
Sedangkan dalam
praktiknya, model pengembangan kurikulum cenderung lebih
menekankan pada
isi materi yang sistematik dan
logis, dan implementasinya pada
kehidupan
masyarakat sering diabaikan.
Agar dapat
mengembangkan kurikulum yang
baik, sebaiknya para ahli
kurikulum
memahami dengan terperinci berbagai model pengembang kurikulum. Yang
dimaksud
dengan model pengembang kurikulum adalah langkah
atau prosedur yang
sistematis dalam
penyusunan kurikulum. Sehingga
terjadi keseimbangan antara
teori
dan praktik mengenai kurikulum.
Hal tersebut diharapkan dapat
terwujudnya
kurikulum yang ideal
dan optimal. Dalam
makalah ini, akan
dijelaskan mengenai
beberapa model
pengembangan kurikulum seperti
model Tyler, Administratif,
Grassroot,
Demonstrasi, Seller dan Miller, Taba dan model Beauchamp.
3
1. Model Ralph
Tyler
Model
pengembangan kurikulum yang dikemukakan Tyler diajukan berdasarkan
pada beberapa pertanyaan yang
mengarah pada langkah-langkah dalam pengembangan
kurikulum.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah:
a. Tujuan pendidikan apa
yang dicapai oleh sekolah?
b. Pengalaman-pengalaman pendidikan apakah
yang semestinya diberikan untuk
mencapai
tujuan pendidikan?
c. Bagaimanakah
pengalaman-pengalaman pendidikan sebaiknya diorganisasikan?
d. Bagaimanakah menentukan
bahwa tujuan telah tercapai?
Berdasar pada
empat pertanyaan tersebut, Tyler
merumuskan empat tahap yang
harus
dilakukan dalam pengembangan kurikulum, yaitu meliputi:
a. Menentukan Tujuan
Pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan arah atau sasaran akhir
yang harsu dicapai dalam
program pendidikan
dan pembelajaran. Tujuan
pendidikan harus menggambarkan
perilaku
akhir setelah peserta
didik mengikuti program pendidikan,
sehingga tujuan
tersebut harus
dirumuskan secara jelas dan terperinci.
Ada tiga
aspek yang harus dipertimbangkan sebagai
sumber dalam penentuan
tujuan
pendidikan menurut Tyler, yaitu:
1) hakikat peserta didik,
2) kehidupan masyakat masa
kini, dan
3) pandangan para ahli
bidang studi.
Penentuan tujuan
pendidikan dengan berdasar
kepada ketiga aspek diatas,
selanjutnya difilter
oleh nilai-nilai filosofis
masyarakat dan filosofis
pendidikan serta
psikologi
belajar.
Ada lima
faktor yang menjadi arah
penentuan tujuan pendidikan,
yaitu:
pengembangan kemampuan berpikir, membantu memperoleh informasi,
pengembangan sikap
kemasyarakatan, pengembangan
minat peserta didik,
dan
pengembangan
sikap sosial.
4
b. Menentukan
Proses Pembelajaran
Salah satu
aspek yang harus diperhatikan dalam penentuan proses pembelajaran
adalah persepsi dan latar
belakang kemampuan peserta didik. Pengalaman peserta didik
akan sangat
membantu dalam terwujudnya tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan.
Dalam proses
pembelajaran akan terjadi
interaksi antara peserta
didik dengan
lingkungan pendidikan
atau sumber belajar, yang
tujuannya untuk membentuk sikap,
pengetahuan
dan keterampilan sehingga muncul perilaku yang utuh.
c. Menentukan Organisasi
Pengalaman Belajar
Pengalaman belajar sangat
dipengaruhi oleh tahapan-tahapan dan isi atau materi
belajar. Tahapan-tahapan belajar
yang tersusus dengan rapi
akan sangat membantu
terwujudnya tujuan pembelajaran. Kejelasan
materi dan proses pembelajaran akan
memberikan
gambaran mengenai jenis evaluasi yang akhirnya dapat digunakan.
d. Menentukan
Evaluasi Belajar
Menentukan evaluasi
belajar yang cocok merupakan tahap akhir
dalam model
Tyler. Dalam
menentukan evalusi belajar
hendaknya mengacu pada tujuan
pembelajaran, materi
pembelajaran serta proses
pembelajaran yang telah ditentukan
sebelumnya. Selain itu,
hendaknya merujuk pula pada
prinsip-prinsip evaluasi yang
ada.
2. Model
Administratif
Pengembangan kurikulum ini
disebut juga dengan istilah dari atas ke bawah (top
down) atau staff
lini (line-staff procedure), artinya dalam pengembangan kurikulum ini
terdapat
beberapa tahapan secara prosedural yang harus ditempuh dengan dibantu oleh
beberapa tim
tertentu.
Langkah pertama
adalah pembentukan ide
awal yang dilaksanakan oleh para
pejabat tingkat
atas, yang membuat keputusan
dan kebijakan berkaitan dengan
pengembangagn kurikulum.
Tim ini sekaligus
sebagai tim pengarah
dalam
pengembangan
kurikulum.
Langkah kedua
adalah membentuk suatu tim panitia pelaksana atau komisi untuk
mengembangkan
kurikulum yang didukung oleh
beberapa anggota yang terdiri
dari
para ahli,
yaitu: ahli pendidikan, kurikulum,
disiplin imu, tokoh masyarakat,
tim
5
pelaksana
pendidikan, dan pihak dunia kerja. Tim ini bertugas untuk mengembangkan
konsep-konsep
umum, landasan, rujukan,
maupun strategi pengembangan
kurikulum
yang
selanjutnya menyusun kurikulum
secara opersional berkaitan
dengan
pengembangan atau perumusan tujuan
pendidikan maupun pembelajaran,
pemilihan
dan penyusunan rambu-rambu dan
substansi materi pembelajaran, menyusun alternatif
proses pembelajaran,
dan menentukan penilaian pembelajaran.
Langkah
ketiga, kurikulum yang sudah selesai disusun kemudia diajukan untuk
diperiksa dan
diperbaiki oleh tim
pengarah. Tim ini
melakukan penyesuaian antara
aspek-aspek
kurikulum secara terkoordinasi
dan menyiapkan secara
sistem dalam
rangka uji
coba maupun dalam
rangka sosialisasi dan
penyebarluasan (desiminasi).
Setelah
perbaikan dan penyempurnaan, kurikulum
tersebut perlu diujicobakan secara
nyata di
beberapa sekolah yang diangga representatif. Pelaksana uji coba adalah tenaga
professional
yang tidak dilibatkan dalam penyusunan kurikulum.
Supaya uji
coba tersebut menghasilkan masukan yang efektif
maka diperlukan
kegiatan monitoring dan evaluasi
yang fungsinya untuk
memperbaiki atau
menyempurnakan berdasarkan
pelaksanaan di lapangan. Kelemahan
dari model
administratif adalah
kurikulum ini bentuknya
seragam dan bersifat
sentralistik,
sehingga kurang sesuai
jika diterapkan dalam
dunia pendidikan yang menganut
asas
desentralisasi.
Selain dari pada iti, kurikulum ini kurang tanggap terhadap perubahan
nyata yang
dihadapi para pelaksana kurikulum di lapangan.
3. Model Grass
Roots
Pengembangna
kurikulum model ini adalah kebalikan dari model administratif.
Model Grass Roots adalah model pengembangan
kurikulum yang dimulai dari bawah.
Dalam
prosesnya pengembangan kurikulum ini diawali atau dimulai dari gagasan dan
ide guru-guru
sebagai tim pengajar. Model ini lebih demokratis karena digagas sendiri
oleh pelaksana
di lapangan, sehingga
perbaikn bisa dimulai
dari unit yang paling
terkecil dan
spesifik hingga ke yang lebih besar.
Ada beberapa
ketentuan yang harus diperhatian
dalam menerapkan model
pengembangan grass
roots ini, yaitu:
a. guru harus memiliki
kemampuan yang professional,
b. guru harus terlibat
penuh dalam perbaikan
kurikulum dan penyelesaian
masalah
kurikulum,
6
c. guru harus terlibat
langsung dalam perumusan
tujuan, pemilihan bahan,
dan
penentuan
evalusi,
d. seringnya pertemuan
kelompok dalam pembahasan kurikulum
yang akan
berdampak
terhadap pemaham guru dan akan menghasilkan konsesus
tujuan,
prinsip,
maupun rencana-rencana.
Model pengambangan
kurikulum ini dapat
dikembangakan pada lingkup luas
maupun
dalam lingkup yang sempit. Dapat
berlaku untuk bidang studi
tertentu atau
sekolah
tertentu, tetapi dapat pula digunakan untuk beberapa bidang studi maupun pada
beberapa sekolah
yang lebih luas. dalam prosesnya,
guru-guru harus mampu
melakukan kerja
operasional dalam pengembangan
kurikulum secara kooperatif
sehingga dapat
menghasilkan suatu kurikulum yang sistemik.
Oleh karena
itu pengembangan kurikulum model
ini sangat membutuhkan
dukungan moril
maupun materil yang
bersifat kondusif dari
pihak pimpinan. Ada
beberapa hal
yang harus diantisipasi
dalam model ini,
di antaranya adalah
akan
bervariasinya
sistem kurikulum di sekolah karena
menerapkan partisipasi sekolah dan
masyarakat secara
demokratis. Sehingga apabila
tidak terkontrol (tidak ada kendali
mutu), maka
cenderung banyak mengabaikan kebijakan pusat.
4. Model
Demostrasi
Model pengembangan
kurikulum idenya datang dari
bawah (grass roots).
Semula merupakan
suatu upaya inovasi kurikulum
dalam skal kecil yang selanjutnya
digunakan dalam skala
yang lebih luas, tetapi
dalam prosesnya sering
mendapat
tantangan atau
ketidaksetujuan dari pihak-pihak tertentu. Menurut Smith, Stanley, dan
Shores, ada
dua bentuk mpdel pengembangan ini.
Pertama, sekelompok guru dari satu sekolah
atau beberapa sekolah yang
diorganisasi dan
ditunjuk untuk melaksanakan suatu
uji coba
atau eksperimen suatu
kurikulum. Unit-unit
ini melakukan suatu proyek melalui kegiatan penelitian dan
pengembangan untuk menghasilkan suatu model
kurikulum. Hasil dari
kegiatan
penelitian dan
pengembangan ini diharapkan dapt digunakan pada lingkungan sekolah
yang lebih
luas. pengembangan model ini biasanya diprakarsai oleh pihak Departemen
Pendidikan dan
dilaksanakan oleh kelompok guru dalam rangka inovasi dan perbaikan
suatu
kurikulum.
7
Kedua, dari
beberapa orang guru yang
merasa kurang puas tentang kurikulum
yang sudah
ada, kemudian mereka mengadakan eksperimen, uji coba dan mengadakan
pengembangan secara
mandiri. Pada dasarnya
guru-guru tersebut mencobakan
yang
dianggap belum ada,
dan merupakan suatu inovasi
terhadap kurikulum, sehingga
berbeda dengan
pengembangan yang berlaku,
dengan harapan akan ditemukan
pengembangan
kurikulum yang lebih baik dari yang ada.
Ada beberapa kebaikan dalam
penerapan model pengembangan ini, diantaranya
adalah:
a. kurikulum ini
lebih nyata dan praktis karena dihasilkan melalui proses yang telah
diuji dan
diteliti secara ilmiah,
b. perubahan
kurikulum dalam skala
kecil atau pada aspek yang lebih khusus
kemungkinan kecil
akan ditolak oleh pihak administrator, akan
berbeda dengan
perubahan
kurikulum yang sangat luas dan kompleks,
c. hakekat model
demonstrasi berskala kecil
akan terhindar dari
kesenjangan
dokumen dan
pelaksanaan di lapangan,
d. model ini akan
menggerakkan inisiatif, kreatifitas guru-guru serta memberdayakan
sumber-sumber administrasi
untuk memenuhi kebutuhan dan
minat guru dalam
mengembangkan
program baru.
5. Model
Miller-Seller
Pengembangan kurikulum ini
ada perbedaan dengan
model-model sebelumnya.
model pengembangan
kurikulum Miller-Seller merupakan
pengembangan kurikulum
kombinasi dari
model transmisi (Gagne)
dan model transaksi
(Taba’s & Robinson),
dengan tahapan
pengembangan sebagai berikut:
a. Klarifikasi
Orientasi Kurikulum
Orientasi ini
merefleksikan pandangan
filosofis, psikologos, dan
sosiologis
terhadap
kurikulum yang seharusnya dikembangkan.
Menurut Miller dan
Seller, ada
tiga jenis
orientasi kurikulum yaitu tranmisi, transaksi, dan transformasi.
b.
Pengembangan Tujuan
Langkah selanjutnya
adalah mengembangkan tujaun
umum dan tujuan khusus
berdasarkan
orientasi kurikulum yang bersangkutan.
Tujuan umum dalam konteks ini
adalah merefleksikan pandangan
orang (image person)
dan pandangan (image)
8
kemasyarakatan.
Tujuan pengembangan merupakan tujuan yang masih relative umum.
Oleh karena
itu, perlu dikembangkan tujuan-tujuan
yang lebih khusus hingga pada
tujuan
instruksional.
c.
Identifikasi Model Mengajar
Pada tahap ini
pelaksana kurikulum harus
mengidentifikasi strategi mengajar
yang akan digunakan
yang disesuaikan dengan tujuan
dan orientasi kurikulum.
Ada
beberapa kriteria
yang harus diperhatikan dalam menentukan model
mengajar yang
akan
digunakan, yaitu:
1) Disesuaikan dengan
tujuan umum maupun tujuan khusus.
2) Strukturnya harus sesuai
dengan kebutuhan siswa.
3) Guru yang
menerapkan kurikulum ini
harus sudah memahami secara
utuh,
sudah dilatih,
dan mendukung model.
4) Tersedia sumber-sumber
yang esensial dalam pengembangan model.
d.
Implementasi
Implementasi sebaiknya
dilaksanakan dengan
memperhatikan komponen-
komponen program
studi, identifikasi sumber,
pernana, pengembangan professional,
penetapan waktu,
komunikasi, dan sistem monitoring. Langkah ini merupakan langkah
akhir dalam
pengembangan kurikulum. Prosedur
orientasi yang dibakukan pada
umumnya tidak
sesuai dengan kurikulum transformasi, sebaliknya kurikulum transmisi
pada umumnya
menggunakan teknik-teknik
evaluasi berstruktur dalam
menilai
kesesuaian
antara pengelaman-pengalaman, strategi be;ajar dan tujuan pendidikan.
6. Model Taba (Inverted
Model)
Model Taba
merupakan modifikasi model Tyler.
Modifikasi tersebut
penekanannya terutama
pada pemusatan perhatian
guru. Menurut Taba,
guru harus
penuh aktif
dalam pengembangan kurikulum.
Pengembangan kurikulum yang
dilakukan guru dan
memposisikan guru sebagai innovator
dalam pengembang
kurikulum merupakan karakteristik dalam
model pengembangan Taba.
Dalam
pengembangannya,
model ini lebih bersifat induktif, berbeda dengan model tradisional
yang deduktif.
9
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a. Mengadakan unit-unit
eksperimen bersama dengan guru-guru.
Dalam kegitaan
ini perlu mempersiapkan (1)
perencanaan berdasarkan pada
teori-teori
yang kuat, (2) eksperimen harus dilakukan di dalam kelas agar menghasilkan
data empiric
dan teruji.
b. Menguji unit eksperimen.
Unit yang
dihasilkan pada langkah pertama
diujicobakan di kelas-kelas
eksperimen
pada berbagai situasi
dan kondisi belajar.
Pengujian dilakukan untuk
mengetahui
tingkat validitas dan kepraktisan sehingga dapat menghimpun data untuk
penyempurnaan.
c. Mengadakan revisi dan
konsolidasi
Perbaikan dan
penyempurnaan dilakukan berdasarkan
data yang dihimpun
sebelumnya. selain
perbaikan dan penyempurnaan, dilakukan
juga konsolidasi, yaitu
penarikan kesimpulan
pada hal-hal yang bersifat
umum dan konsisten
teori yang
digunakan.
d. Pengembangan keseluruhan
kurikulum (developing’ a framework).
Langkah ini
merupakan tahap pengkajian kurikulum yang telah direvisi.
e. Implementasi dan
desiminasi.
Dalam tahap
ini dilakukan penerapan dan penyebarluasan program ke daerah dan
sekolah-sekolah, dan dilakukan
pendataan tentang kesulitan serta permasalaham
yang
dihadapi guru-guru di lapangan.
Oleh karena itu perlu diperhatikan tentang persiapan di
lapangan yang
berkaitan dengan aspek-aspek penerapan kurikulum.
7. Model
Beauchamp
Model ini
dikembangakan oleh George
A. Beuchamp, seorang ahli
kurikulum.
Menurut
Beauchamp, proses pengembangan kurikulum meliputi lima tahap yaitu:
a. Menentukan area atau
wilayah akan dicakup oleh kurikulum
Penentuan tahap ini
ditentukan pemegang wewenang yang
dimiliki pengambil
kebijakan
dibidang kurikulum.
10
b. Menetapkan personalia
Tahap ini
menentukan siapa saja orang yang akan terlibat dalam pengembangan
kurikulum. Ada
empat kategori orang yang sebaiknya dilibatkan,
yaitu: para ahli
pendidikan atau kurikulum yang ada
pada pusat pengembangan
kurikulum dan ahli
bidang studi;
para ahli pendididkan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru
terpilih;
para professional dalam
bidang pendidikan;
professional lain dan tokoh
masyarakat.
c. Organisasi dan prosedur
pengembangan kurikulum
Langkah ini
berkenaan dengan prosedur dalam
merumuskan tujuan umum dan
tujuan khusus,
memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi, juga dalam
menentukan
desain kurikulum secara keseluruhan.
d. Implementasi kurikulum
Tahap ini yaitu pelaksanaan kurikulum
yang telah dikembangkan oleh
tim
pengembang. Dalam
pelaksanaan kurikulum dibutuhkan kesiapan guru, siswa, fasilitas,
biaya,
manajerial dan kepemimpinan sekolah.
e. Evaluasi kurikulum
Hal-hal penting yang dievaluasi yaitu: pelaksanaan kurikulum
oleh guru-guru,
desain
kurikulumnya, hasil belajar siswa, keseluruhan dari sistem kurikulum.
B. ORGANISASI
KURIKULUM
Salah satu
aspek yang perlu dipahami dalam pengembangan kurikuluym adalah
aspek yang
berkaitan dengan organisasi
kurikulum. Organisasi kurikulum
berkaitan
dengan pengaturan
bahan pelajaran, yang selanjutnya memiliki
dampak terhadap
masalah administrative pelaksanaan
proses pembelajaran, team
teaching misalnya
(Olivia, 1992:
285 dalam Ruhimat, T. dkk, 2009: 83). Organisasi kurikulum merupakan
pola atau desain bahan/ isi kurikulum
yang tujuannya untuk mempermudah
siswa
dalam mempelajari
bahan pelajaran serta mempermudah
siswa dalam melakukan
kegiatan
belajar, sehingga tujuan pengembangan dapat dicapai secara efektif.
Berkaitan dengan
pola organisasi kurikulum,
terdapat sejumlah pendapat
dan
variasi
pengkategorian sistem organisasi
kurikulum. Dalam makalah ini
akan dibahas
11
organisasi
kurikulum berdasarkan dua kategori yaitu organisasi kurikulum berdasarkan
mata pelajaran
dan organisasi kurikulum
terintegrasi. Diambilnya pengkategorian ini
berdasarkan
pertimbangan bahwa pertama, masih banyak dan relevannya bidang studi
atau
pelajaran sebagai pusat
perhatian isi kurikulum.
Kedua, adanya kebutuhan
alternative
isi kurikulum non disiplin, berdasarkan pada suatu fokus kebutuhan tertentu.
Organisasi kurikulum
pola terintegrasi merujuk pada
pertinbangan non disiplin ilmu.
Pada
praktiknya isi dari suatu disiplin ilmu menjadi bagian yang dipelajari.
1. Organisasi
Kurikulum Berdasarkan Mata Pelajaran (Subjet Curriculum)
Organisai kurikulum berdasarkan
mata pelajaran dibedakan atas empat pola yaitu
Separated
Curriculum, Boradfield Curriculum, dan Integrated Curriculum.
a. Mata
Pelajaran Terpisah (Separated Curriculum)
Bentuk
kurikulum ini sudah
lama digunakan, karena
organisasi kurikulum
bentuk ini
sederhana dan mudah dilaksanakan. Tetapi tidak selamanya yang dianggap
mudah dan
sederhana tersebut akan mendukung
terhadap efektivitas dan efisiensi
pendidikan yang sesuai
dengan perkembangan sosial. Mata
pelajaran yang terpisah-
pisah (separated
subject curriculum)
bertujuan agar generasi
muda mengenal hasil-
hasil kebudayaan
dan pengetahuan umat
manusia yang telah dikumpulkan
secara
berabad-abad, agar
mereka tak perlu mencari dan
menemukan kembali dengan
apa
yang telah diperoleh dari
generasi terdahulu (Nasution, 1986 dalam
Ruhimat, T. dkk,
2009: 85).
Secara fungsional
bentuk kurikulum ini mempunyai kekurangan dan kelebihan,
kelebihan
pola mata perlajaran yang terpisah-pisah (separated subject curriculum),
yaitu:
1) Bahan pelajaran disusun
secara sistematis, logis, sederhana, dan mudah dipelajari.
2) Dapat dilaksanakan untuk
mewariskan nilai-nilai dan budaya terdahulu.
3) Kurikulum ini mudah
diubah dan dikembangkan.
4) Bentuk kurikulum ini
mudah dipola, dibentuk,
didesain bahkan mudah untuk
diperluas dan
dipersempit sehingga mudah disesuaikan dengan waktu yang ada.
12
Sedangkan kekurangan
pola mata pelajaran
yang terpisah-pisah (separated
subject
curriculum), yaitu:
1) Bahan
pelajaran diberikan atau
dipelajari secara terpisah-pisah, tidak
menggambarkan
adanya hubungan antara materi-materi satu dengan yang lainnya.
2) Bahan pelajaran yang
diberikan atau yang dipelajari siswa tidak bersifat actual.
3) Proses belajar
lebih mengutamakan aktivitas guru sedangkan siswa
cenderung
pasif.
4) Bahan
pelajaran merupakan
informasi maupun pengetahuan masa
lalu yang
terlepas
dengan kejadian masa sekarang dan yang akan datang.
5) Bahan pelajaran tidak
berdasarkan pada aspek permasalahan sosial yang dihadapi
siswa maupun
kebutuhan masyarakat.
6) Proses dan
bahan pelajaran sangat
kurang memperhatikan bakat, minta,
dan
kebutuhan
siswa.
b. Mata
Pelajaran Terhubung (Correlated Curriculum)
Pola kurikulum
korelasi yaitu pola organisasi
kurikulum yang menghubungkan
pembahasan suatu mata
pelajaran dengan mata
pelajaran lainnya, atau suatu pokok
bahasan dengan
pokok bahasan lainnya. Materi
kurikulum yang terlepas-lepas
diupayakan dihubungkan
dengn materi kurikulum
atau materi pelajaran yang sejenis
atau relevan
dengan tujuan pembelajaran, sehingga dapat memperkata wawasan siswa.
Ada beberapa
kelebihan dan kekurangan
dalam pola kurikulum
jenis ini.
kelebihannya,
adalah:
1) Ada keterhubungan antar
materi pelajaran walau sebatas beberapa mata pelajaran.
2) Memberikan wawasan yang
lebih luas dalam lingkup satu bidang studi.
3) Menambah minat siswa
untuk mempelajari mata pelajaran yang terkolerasi.
Sedangkan
kekurangannya adalah:
1) Bahan pelajaran yang
diberikan kurang sistematis serta kurang begitu mendalam.
2) Kurikulum ini
kurang menggunakan bahan
pelajaran yang aktual
yang langsung
berhubungan
dengan kehidupan nyata siswa.
3) Kurikulum ini kurang
memperhatikan bakat, minat dan kebutuhan siswa.
4) Apabila prinsip
penggabungan belum dipahami kemungkinan bahan pelajaran yang
disampaikan
terlampau abstrak.
13
c. Fusi Mata
Pelajaran (Broadfields Curriculum)
Fusi mata
pelajaran atau dikenal juga
dengan istilah broadfields curriculum
adalah jenis organisasi
kurikulum yang menghapuskan batas-batas mata pelajaran dan
menyatukan
mata pelajaran yang
memiliki hubungan erat dalam
satu kesatuan,
tujuannya adalah
agar para pendidik
mengerti jenis-jenis arti
perkembangan
kebudayaan
yang efektif, manfaat yang didapat dari berbagai ragam disiplin ilmu, dan
upaya mendidik anak
agar menghasilkan anak
yang civilled (Idi,
1999:29 dalam
Ruhimat, T.
dkk, 2009: 87).
Beberapa disiplin ilmu sejenis disatukan
dalam satu mata pelajaran tertentu.
Nama payung
mata pelajaran ini bisa beragam, namun dalam sistem pendidikan formal
atau
persekolahan kita mengenal, nama mata pelajaran:
1) Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) merupakan peleburan dari Ilmu Fisika, Ilmu Hayat,
Ilmu Kimia, dan
Ilmu Kesehatan.
2) Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) hasil peleburan Ilmu Bumi, Sejarah, Civic, Hukum,
Ekonomi,
Geografi dan sejenisnya.
3) Bahasa, hasil
peleburan Membaca, Menulis,
Mengarang, Menyimak, dan
Pengetahuan
Bahasa.
4) Matematika, peleburan dari Berhitung,
Aljabar, Ilmu Ukur Sudut, Bidang, Ruang,
dan Statistik.
5) Kesenian, adalah hasil peleburan dari Seni
Tari, Seni Suara, Seni Klasik, Seni Pahat
dan Drama.
Model organisasi
ini memiliki keunggulan
diantaranya adalah matapelajaran
akan semakin
dirasakan kegunaannya, sehingga
memungkinkan pengadaan mata
pelajaran yang
kaya akan pengertian dan mementingkan prinsip dasar generalisai. Ada
pun kelemahannya
adalah hanya memberikan
pengetahuan secara sketsa,
abstrak,
kurang logis dari suatu mata pelajaran (Soetopo dan Soemanto dalam Idi 1999:29-30
dalam Ruhimat,
T dkk, 2009:87).
d. Kurikulum
Terpadu
Kurikulum ini
memandang bahwa dalam suatu pokok bahasan harus
terpadu
(integrasi) secara
menyeluruh. Keterpaduan ini dapat dicapai melalui
pemusatan
pelajaran pada
satu masalah tertentu dengan alternative
pemecahan melalui berbagai
disiplin ilmu atau mata pelajaran
yang diperlukan, sehinbgga batas-batas
antar mata
pelajaran
dapat ditiadakan.
14
Pembelajaran yang
mungkin digunakan adalah pemecahan
masalah, metode
proyek, pengajaran
unit, inkuiri, dicovery,
dan oendekatan tematik yang dilakukan
dalam pembelajaran
kelompok maupun secara perorangan.
Pengembangan program
pembelajran perlu dilakukan secara
bersama-sama antara siswa
dan guru, tetapi
sebelumnya guru harus
menyiapkan rancangan program
pembelajaran sebagai acuan
yang perlu
dikembangkan bersama-sama dengan siswa
atau mungkin dengan
masyarakat.
Ada beberapa
kekurangan dan kelebihan dalam
kurikul ini. Adapun
kelebihan
dari kurikulum
ini adalah:
1) Mempelajari bahan
pelajran melalui pemecahan masalah dengan cara memadukan
beberapa mata
pelajaran secara menyeluruh dalam menyelesaikan suatu topik atau
permasalahan.
2) Memberikan kesempatan
pada siswa untuk belajar sesuai dengan bakat, minat, dan
potensi yang
dimilikinya secara individu.
3) Memberikan kesempatan
pada siswa untuk menyelesaikan permasalahan
secara
komprehensif
dan dapat mengembangkan belajar secara bekerjasama.
4) Mempraktekan nilai-nila
demokratis dalam pembelajaran.
5) Memberikan kesempatan
siswa untuk belajar secara maksimal.
6) Memberikan kesempatan
kepada siswa untuk belajar berdasarkan pada pengalaman
langsung.
7) Dapat membantu
meningkatkan hubungan antara sekolah dengan masyarakat.
8) Dapat menghilangkan
batas-batas yang terdapat dalam pola kurikulum yang lain.
Adapun
kekurangan dari bentuk kurikulum ini adalah:
1) Kurikulum dibuat
oleh guru dan siswa sehingga memerlukan
kesiapan dan
kemampuan guru
secara khusus dalam pengembangan kurikulum seperti ini.
2) Bahan pelajaran tidak
disusun secara logis dan sistematis.
3) Bahan pelajaran tidak
bersifat sederahana.
4) Dapat memungkinkan
kemampuan yang dicapai siswa
akan berbeda secara
mencolok.
5) Kemungkinan akan
memerlukan biaya, waktu, dan tenaga yang banyak.
15
Harapan ideal
dari kurikulum ini yaitu dapat membentuk kemampuan siswa yang
terintegrasi,
yang menggambarkan manusia yang harmonis sesuai dnegan kebutuhnan
masyarakat
maupun sesuai dengan tuntuntan profesi siswa sebagai individu. Penilaian
yang dikembangakan dalam
kurikulum ini cenderung lebih komprehensif dan terpadu,
yaitu
penilaian dilakukan secara
utuh terhadap kemampuan
siswa selama dan
setelah
pembelejaran
selesai.
Beberapa
bentuk organisasi kurikulum dalam kategori ini diantaranya:
(1) Kurikulum
Inti (Core Curriculum)
Beberapa
karakteristik yang dapat dikaji dalam kurikulum ini adalah:
a) Kurikulum ini
direncanakan secara berkelanjutan, selalu berkaitan, dan
direncanakan
secara terus-menerus;
b) isi kurikulum
yang dikembangkan merupakan rangkaian
dari pengalaman yang
saling
berkaitan;
c) Isi
kurikulum selalu mengambil atas
dasar masalah maupun
problema yang
dihadapi
secara aktual;
d) Isi kurikulum mengambil
atau mengangkta subtansi yang berisfat pribadi maupun
sosial;
e) Isi kurikulum
ini difokuskan berlaku untuk semua siswa,
sehingga kurikulum ini
sebagai
kurikulum umum tetapi substansinya bersifat problema, pribadi, sosial dan
pengalaman
terpadu.
(2) Social
Function dan Persistent Situations
Kurikulum ini
didasarkan atas analisis
kegiatan-kegiatan manusia dalam
masyarakat. Dalam social function ini dapat
diangkat berbagai kegiatan-kegiatan
manusia yang dapat dijadikan
sebagai topic pembelajaran. Kegiatan-kegiatan manusia
di masyarakat setiap saat akan
berubah sesuai dengan perkembangan jaman, sehingga
susbtansi social
function bersifat dinamis.
Sebagai modifikasi
dari social function
adalah persistent life situations, kajian
substansi dalam
kurikulum bentuk ini lebih mendalam dan
terarah. Karakteristiknya
adalah situasi
yang diangkat senantiasa yang dihadapi manusia dalam hidupnya, masa
lalu, saat ini, dan masa yang
akan datang. Secara umum ada tiga kelompok situasi yang
akan dihadapi
manusia, diantaranya:
a) Situasi-situasi mengenai perkembangan individu manusia, diantaranya: kesehatan,
intelektual,
moral, dan keindahan.
16
b) Situasi untuk perkembangan partisipasi
sosial, yaitu: hubungan antar
pribadi,
keanggotaan
kelompok, hubungan antar kelompok.
c) Situasi-situasi untuk perkembangan kemampuan
menghadapi faktor-faktor ekonimi
dan daya-daya
lingkungan, seperti: bersifat alamiah, sumber teknologi, struktur dan
daya-daya
sosial ekonimi.
Dalam kurikulum 2004 mulai
dikembangkan pendidikan yang berorientasi pada
kecakapan hidup (life
skills). Dasar pemikirannya adalah bahwa kualitas sumber daya
manusia perlu ditingkatkan melalui
pendidikan, terutama pendidikan
yang dapat
meningkatkan
kualitas berpikir, kalbu, dan fisik serta dapat memilih kegiatan-kegiatan
kehidupan yang
seharusnya dilakukan siswa sebagai manusia. Kecakapan hidup adalah
pengetahuan yang
luas dan interaksi
kecakapan yang diperkirakan
merupakan
kebutuhan esensial bagi
manusia dewasa untuk dapat
hidup secara mandiri
di
masyarakat.
(3) Experience
atau Activity Curriculum
Kurikulum ini
cenderung mengutamakan
kegiatan-kegiatan atau
pengalaman-
pengalaman siswa
dalam rangka membentuk kemampuan yang terintegrasi dengan
lingkungan
maupun dengan potensi siswa. Kurikulum ini pada hakikatnya menekankan
pada pentingnya
siswa berbuat dan
melakukan kegiatan-kegiatan yang sifatnya
vokasional,
tetapi tidak meniadakan aspek intelektual atau akademik siswa. Salah satu
karakteristik
dari kurikulum ini
adalah untuk memberikan
pendidikan keterampilan
atau kejuruan
tetapi di dalamnya tercakup pengembangan kemampuan intelektual dan
akademik yang
baerkaitan dengan aspek keterampilan atau kejuruan tersebut.
Ada empat
tipe pembelajaran proyek yang
dapat dikembangkan dalam activity
curriculum, diantaranya:
a) Construction on creative
project. Pembelajaran ini bertujuan
untuk
mengembanglan
ide-ide atau merealisasikan suatu ide dalam suatu bentuk tertentu.
b) Appreciation on enjoyment project. Pembelajaran ini bertujuan
menikmati
pengalaman
pengalaman dalam bentuk apreasi atau estetis atau estetika.
c) The problem project. Pembelajaran ini
bertujuan untuk memecahkan masalah yang
bersifat
intelektual tetapi ada subtansi keterampilannya (vokasional).
d) The drill or
specific project. Pembelajaran
ini bertujuan untuk memperoleh
beberapa item
atau tingkat keterampilan.
17
Beberapa keuntungan yang akan dirasakan dalam
pembelajaran jenis ini, di
antaranya:
a) Siswa akan
berpartisipasi sepenuhnya dalam
situasi belajar, karena
siswa akan
mengalami dan
melakukan secara langsung berbagai kegiatan
yang telah
direncanakan.
b) Pembelajaran
ini akan menerapkan
berbagai prinsip-prinsip belajar yang dapat
mengoptimalkan
kemampuan siswa dalam pembelajaran.
c) Mengandung aspek
estetika, intelektual, vokasional, dan kreatifitas siswa.
Metode proyek,
merupakan bagian dari activity curriculum, ada
kesamaan
dengan sistem
pengajaran unit (unit teaching).
Pengajaran unit merupakan pengalaman
belajar yang
saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya yang berpusat pada
sebuah pokok atau permasalahan. Ada
dua jenis sumber
pembelajaran unit, yaitu
berpusat pada
bahan pelajaran (subject matter), artinya
topik atau permasalahan
diambil atau diangkat
dari topik-topik mata pelajaran;
berpusat pada pengalaman
(experience or
situations matter), artinya
topic permasalah diangkat
dari situasi
lingkungan
masyarakat yang dipadukan dengan kebutuhan atau tantangan yang dimiliki
oleh siswa. Perbandingan dua
jenis pembelajaran unit tersebut dapat dilihat dari tabel di
bawah ini:
Aspek
Subject Centered Unit
Situations Centered Unit
Sumber
Kurikulum - Konsep kesatuan sebagai
karakteristik dari isi mata
pelajaran.
- Bersumber dari bidang mata
pelajaran yang tersusun.
- Konsep kesatuan sebagai
keterpaduan atau integrasi
siswa
dalam lingkungannya secara
menyeluruh.
-
Bersumber dari kebutuhan siswa
berdasarkan
kemampuan potensi
siswa.
-
Berdasarkan aktivitas guru dan
siswa.
Tujuan
Pembelajaran
-
Seringkali bukan berdasarkan
kebutuhan siswa maupun tuntutan
masyarakat.
-
Bersifat umum yang seragam untuk
semua siswa.
-
Tuntutan lebih luas dan
komperhensif untuk memenuhi
kebutuhan siswa, lingkungan,
dan
pembentukan kompetensi.
-
Bersifat individual tetapi
memperhatikan aspek kelompok.
18
Bentuk
Organisasi - Bahan disusun secara logis dari
bentuk sederhana ke kompleks.
- Berpusat pada hal-hal yang sudah
ada atau yang sedang terjadi
dengan
elaborasi ke masa yang akan
datang.
- Bentuk organisasi lebih bersifat
seragam untuk semua siswa.
- Pengorganisasian
berdasarkan hari
ini (sekarang), tidak
meninggalkan
pengalaman masa lalu, untuk
membantu menyelesaikan masalah,
disamping memprediksi masa yang
akan datang.
- Pengorganisasian secara
fleksibel
yang dikembangkan untuk
individual
dan kelompok.
- Bentuk perencanaan secara
terperinci
dan fleksibel, yang
diorientasikan
pada pembentukan integritas.
- Menggunakan pendekatan
konstruktivis.
Implementasi
Evaluasi
- Menitikberatkan pada
aktivitas
guru saja.
- Menekankan pada
pembelajaran
hapalan tidak berlandaskan pada
teori belajar gestalt.
- Sangat formal dan kaku
terhadap
pengembangan kegaitan.
- Bentuk evaluasi sempit dan lebih
periodic.
- Kurang memperhatikan aspek
individual siswa.
-
Menitikberatkan pada partisipasi dan
tanggung jawab murid.
-
Belajar secara fungsional dengan
menggunakan berbagai prinsip
belajar modern.
-
Mengembangkan aspek ilmiah,
kreativitas dan totalitas.
-
Menggunakan teori belajar gestalt.
-
Penilaian lebih komprehensif dan
terpadu dengan menggunakan
teknik
dan prosedu evaluas
handal.
Bentuk
pembelajaran unit juga
telah digunakan dalam
kurikulum 2004, seperti
pendekatann terpadu dan
pendekatan tematik pada kelas
rendah di sekolah dasar.
Pendekatan pembelajaran
terpadu dalam kurikulum integrasi
pada dasarnya lebih
banyak
membantu siswa untuk mengintegrasikan
dirinya dengan yang ada
di dalam
maupun di
luar diri siswa
sehingga bermakna bagi
siswa. Aspek individual siswa
menjadi dasar
yang selalu diperhatikan dalam proses pembelajaran.
Dalam pembelajaran
terpadu juga banyak memberikan
kesempatan dalam
menerapkan nilai-nilai
demokrasi dan kerjasama dalam kelompok sehingga akan
terbentuk
kemampuan sosial dalam
pengalaman belajar. Tidak
dapat disangkal lagi
bahwa
pembelaran ini akan
menempatkan siswa sebagai pembelajar yang melakukan
aktivitas
belajar secara langsung dalam subtansi yang dipelajarinya. Namun demikian,
19
sebagaimana
telah dikemukakan diatas, bahwa kurikulum terpadu memiliki kekurangan
yang
harus diminimalisir supaya
tujuan dalam pembelajaran
ini dapat dicapai
secara
efektif.
D. KURIKULUM
TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
Kurikulum ini
dikatakan sebagai perbaikan
dari KBK yang diberi
nama
Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP).
KTSP ini merupakan
bentuk
implementasi dari
UU No. 20 tahun
2003 tentang sistem
pendidikan nasional yang
dijabarkan ke
dalam sejumlah peraturan
antara lain Peraturan
Pemerintah Nomor 19
tahun 2005
tentang standar nasional pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan
arahan tentang
perlunya disusun dan dilaksanakan delapan
standar nasional
pendidikan, yaitu: (1)standar isi,
(2)standar proses, (3)standar
kompetensi lulusan,
(4)standar pendidik
dan tenaga kependidikan,
(5)standar sarana dan prasarana,
(6)standar
pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian
pendidikan.
Kurikulum dipahami
sebagai seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai
tujuan, isi,
dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai
pedoman
penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu,
maka dengan
terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah
menggiring pelaku
pendidikan untuk
mengimplementasikan kurikulum dalam
bentuk
kurikulum tingkat
satuan pendidikan, yaitu kurikulum operasional
yang disusun oleh
dan dilaksanakan
di setiap satuan pendidikan.
Secara substansial,
pemberlakuan (baca:
penamaan) Kurikulum Tingkat
Satuan
Pendidikan (KTSP)
lebih kepada mengimplementasikan regulasi
yang ada, yaitu PP
No. 19/2005.
Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih
bercirikan
tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah
subject
matter), yaitu:
1. Menekankan pada
ketercapaian kompetensi siswa
baik secara individual maupun
klasikal.
2. Berorientasi pada
hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
3. Penyampaian dalam
pembelajaran menggunakan pendekatan
dan metode yang
bervariasi.
4. Sumber
belajar bukan hanya
guru, tetapi juga
sumber belajar lainnya
yang
memenuhi
unsur edukatif.
20
5. Penilaian menekankan
pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau
penCapaian
suatu kompetensi.
Terdapat
perbedaan mendasar dibandingkan
dengan KBK tahun
2004 dengan
KBK tahun 2006 (versi
KTSP), bahwa sekolah
diberi kewenangan penuh
dalam
menyusun rencana
pendidikannya dengan mengacu pada
standar-standar yang
ditetapkan, mulai dari tujuan,
visi-misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar,
kalender
pendidikan hingga pengembangan silabusnya
Kurikulum Tingkat
satuan Pendidikan (KTSP)
merupakan sebuah kurikulum
operasional
yang disusun oleh guru di setiap tingkatan satuan pendidikan berdasarkan
kebutuhannya. Kurikulum
ini dikembangkan atas
dasar perbedaan karakteristik dari
setiap
tingkat satuan pendidikan. Tetapi
pada dasarnya pengembangan kurikulum ini
mengacu kepada
standar pendidikan nasional
Pengembangan
KTSP ini berdasarkan model TABA mengacu kepada 5 langkah
pengembangannya,
yaitu:
1. Mengadakan
Unit-unit eksperimen bersama guru
Perbedaan mendasar kurikulum
KTSP ini dengan
Kurikulum kurikulum yang
digunakan
sebelumnya adalah mengenai kebebasan
individual dalam mengembangkan
karakteristiknya. Hal
ini didasari oleh
kenyataan kebutuhan kurikulum
sebenarnya
TABA sebagai salah
satu model dalam pengembangan Kurikulum, menjadikan hal
tersebut
sebagai salah satu dasar dalam metode pengembanganya yaitu pengadaan unit
eksperimen
bersama guru.
2. Menguji
unit eksperimen
Program KTSP
yang telah direncanakan diuji cobakan kepada sekolah sekolah.
Dari hasil
pengujicobaan tersebut, kita
bias mendapat gambaran
sementara terhadap
sejauh mana
kesesuaian kurikulum ini dengan kebutuhan di lapangan
3. Mengadakan
revisi dan konsolidasi
Dengan adanya
gambaran sementara tersebut, kita bias melakukan evaluasi dini
terhadap
kurikulum tersebut. Sehingga
kita dapat mengetahui
sekaligus memperbaiki
kekurangan terhadap
kurikulum ini
21
4.
Pengembangan Keseluruhan Kerangka Kurikulum
Setelah
Dilakukan revisi dan konsolidasi maka langkah selanjutnya adalah harus
dikaji lagi
oleh ahli ahli yang berkompeten terhadap pengembangan sebuah kurikulum
5.
Implementasi dan Desiminasi
Langkah Terakhir
adalah pengimplementasian kurikulum
tingkat satuan
pendidikan.
Diterapkan di seluruh sekolah di setiap jenis satuan pendidikan
C. KURIKULUM
SEKOLAH INKLUSIF
Pernyataan Salamanca
menuntut semua negara
untuk “mengadopsi prinsip
pendidikan inklusif
ke dalam perundang-undangan atau kebijakan pemerintah,
untuk
menerima semua
anak di sekolah reguler kecuali bila ada alasan yang mendesak untuk
melakukan
sebaliknya” (UNESCO 1994:1x).
Prinsip
pendidikan yang disesuaikan dalam sekolah inklusif menyebabkan adanya
tuntutan yang
besar terhadap guru reguler
maupun pendidik khusus.
Ini menuntut
pergeseran besar
dari tradisi “mengajarkan
materi yang sama kepada
semua siswa di
kelas”, menjadi
mengajar setiap anak sesuai dengan
kebutuhan individualnya, tetapi
dalam seting kelas.
Siswa mempunyai bermacam-macam minat,
bidang dan tingkat
penguasaan, komunikasi
dan strategi belajar,
kecemasan dan kekhawatiran.
Siswa-
siswa tertentu
memiliki kebutuhan khusus akan bantuan
karena alasan yang berbeda-
beda.
Model relasi
kurikulum adalah produk temporer dari
suatu proses revisi yang
berkesinambungan sejak variasi
pertamanya diterbitkan tahun
1994. Modul ini
didasarkan pada delapan bidang
pendidikan utama klasik – aspek PBM– yang beberapa
di antaranya
mempunyai akar sejarah
lama (Johnsen 1994;
1998). Bila pertama
kali
dikembangkan
sebagai alat dalam bidang pendidikan kebutuhan khusus, model tersebut
dimodifikasi dari
yang disebut sebagai Model
Relasi Didaktik yang disusun oleh
Bjørndal dan
Lieberg. Model itu merupakan hasil penelitian dan pengembangan selama
beberapa tahun
terhadap proses kurikulum di
dalam pendidikan reguler
bersama
dengan
guru-guru di lapangan (Bjørndal 1987; Bjørndal dan Lieberg 1978).
Kedelapan bidang
atau aspek utama kurikulum itu saling terkait secara
berkesinambungan
– dan juga terkait dengan bakal pengguna alat profesional ini, yaitu
22
guru
reguler dan guru pendidikan kebutuhan
khusus. Aspek-aspek utama KBM
itu
adalah:
1. Siswa
2. Faktor kerangka
kerja
3. Tujuan
4. Isi
5. Strategi dan metode
serta pengorganisasian
6. Asesmen dan
evaluasi
7. Komunikasi
8. Kepedulian
Gambar: Model
hubungan kurikulum dengan beberapa aspek PBM yang penting
Tujuan, isi,
metode, pengorganisasian, asesmen dan pembelajaran telah menjadi
fokus klasik di sepanjang
sejarah ide-ide pendidikan, sedangkan faktor kerangka kerja,
komunikasi dan
kepedulian merupakan aspek-aspek
yang masih dalam proses
pemerolehan perhatian
sekurang-kurangnya dalam beberapa
tradisi pendidikan dan
tradisi pendidikan
kebutuhan khusus. Akan
tetapi, muncul semakin banyak kritik
terhadap pandangan bahwa
aspek-aspek itu merupakan aspek-aspek umum dan klasik.
Baik isinya
maupun efek pemfokusannya dipandang
problematis (Englund 1997;
23
Popkewitz
1997). Beberapa kritikus bahkan menganjurkan agar aspek-aspek itu diganti
dengan konsep-konsep lain.
Tomas Englund menyatakan pandangannya
sebagai
berikut:
… dalam teori
didaktik dan kurikulum, kita sering kali terlalu dicengkeram oleh
konsep-konsep seperti persekolahan,
perencanaan, belajar dan
mengajar. Sebagai
gantinya, saya
pikir kita membutuhkan
bahasa yang menggunakan konsep-konsep
seperti pengalaman,
komunikasi, kebermaknaan, praktek kemandirian, dan
seterusnya
(Englund 1997:22)
Dua konsep utama,
yaitu komunikasi dan kepedulian,
telah diperkenalkan dan
diberikan posisi
sentral dalam model
kurikulum inklusi. Kemampuan
untuk
berkomunikasi dan
kepedulian dipandang begitu fundamental
sehingga semua aspek
pendidikan yang
penting lainnya tergantung pada kemampuan
tersebut agar dapat
diaktifkan sejak awal
dan selama proses
belajar dan mengajar. Pertimbangan-
pertimbangan mengenai komunikasi dan kepedulian karenanya
perlu dikaitkan secara
eksplisit dengan
tiap aspek utama lainnya dan
sub-aspek yang relevan dalam
kurikulum.
Sebagaimana
berulang kali telah disebutkan, bidang pendidikan dan pendidikan
kebutuhan
khusus itu kompleks, dan dalam beberapa hal juga kontradiktif. Akibatnya
terdapat sejumlah
dilema yang harus dihadapi
dalam pekerjaan kurikulum
praktis.
Dyson
(1998:11) menyatakan bahwa “… pemikiran tentang adanya dilema itu menjadi
lensa yang sangat
kuat yang dapat dipergunakan untuk memandang pendidikan pada
umumnya dan
pendidikan kebutuhan khusus pada khususnya”. Dalam pandangannya,
dilema bukan
sekedar kesulitan yang temporer dan kebetulan, yang muncul pada situasi
tertentu. Pendidikan
dan pendidikan kebutuhan
khusus ditandai dengan
serangkaian
dilema yang
terkait dengan aspek-aspek khusus bidang tersebut. Sebagai
contoh,
Dyson mengemukakan dilema kesamaan
versus perbedaan, atau bagaimana
memberikan
pendidikan, yang seharusnya sama untuk semua, kepada siswa-siswa yang
berbeda antara
satu dengan lainnya. Dia
melanjutkan dengan menunjukkan
bahwa
banyak
resolusi telah dicoba untuk mengatasi dilema ini. Akan tetapi, dilema tersebut
tidak hilang,
melainkan menjadi lebih nyata dalam bentuk baru.
Dilema seperti
ini dapat ditemukan pada tiap aspek utama dari kedelapan aspek
utama yang disebutkan di
sini. Dua contoh
akan disebutkan. Terdapat dilema
antara
kebutuhan guru
untuk mengases kebutuhan belajar
khusus dan bahaya penglabelan
siswa-siswa tertentu di
kelas. Diberi label
dan dikategorikan ke dalam
kelompok
24
penyandang
cacat tertentu dapat berdampak negatif, baik pada
konsep diri siswa
maupun pada
sikap orang lain. Contoh kedua
terkait dengan bagaimana
tujuan
pendidikan
konkret dirumuskan. Terdapat dilema antara kebutuhan untuk merumuskan
tujuan secara
umum dan fleksibel,
yang memungkinkan siswa menafsirkan
tugas
belajarnya secara
bermakna, dan kebutuhannya
akan tugas belajar yang konkret
dan
terbatasi
secara jelas. Praktek kurikulum dalam kelas inklusif dapat dipandang sebagai
pemecahan atas dilema
pendidikan dengan cara yang dapat diterima – atau yang sebaik
mungkin.
Dyson (1998)
juga mengemukakan bahwa
pendidikan kebutuhan khusus
dan
prinsip
inklusi tidak muncul dari
kevakuman sosial, melainkan
dari konteks sosial
tertentu, yang diisi dengan
interaksi antara sejarah, pengetahuan, minat dan kekuasaan.
Beberapa prinsip pendidikan, yang beberapa
di antaranya kontradiktif,
saling
berbenturan dalam
wacana yang sedang
berlangsung. Satu contoh adalah
prinsip
solidaritas, kerjasama
dan inklusi berkonfrontasi dengan dorongan sosial untuk
kompetisi (Johnsen 1998:11). Prinsip pendidikan yang disesuaikan dalam sekolah
inklusif ditantang dari beberapa
posisi. Salah satunya adalah
tradisi yang telah
mendarah
daging yang memuja-muja orang yang jenius.
Berlanjutnya
penciptaan perspektif baru yang berpihak kepada inklusi sangatlah
penting. Satu
perspektif semacam ini dilontarkan oleh Befring dalam artikelnya tentang
perspektif pengayaan
sebagai satu pendekatan pendidikan
khusus terhadap sekolah
inklusif (Befring 1997;2001).
Menurut perspektif ini, suatu sekolah yang “baik” untuk
anak penyandang cacat dalam
kenyataannya juga akan
merupakan lingkungan yang
ideal untuk
pembelajaran dan pemeliharaan kesejahteraan semua siswa lainnya di kelas
dan di seluruh
sekolah tersebut.
25
A. KESIMPULAN
Model pengembangan
kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur
dalam
rangka mendesain (designing), menerapkan (implementation), dan
mengevaluasi
(evaluation) suatu
kurikulum. Oleh karena itu, model pengembangan kurikulum harus
dapat menggambarkan
suatu proses sistem perencanaan
pembelajaran yang dapat
memenuhi
berbagai kebutuhan dan standar keberhasilan pendidikan. (Ruhimat, T. dkk
2009: 74).
Pengembangan
kurikulum perlu dilakukan dengan berlandaskan pada teori yang
tepat agar
kurikulum yang berhasil bisa
efektif. Seperti dalam
pernyataan di atas,
bahwasanya model pengembangan kurikulum merupakan alternatif dalam mendesain,
menerapkan dan
mengevaluasi serta tindak lanjut dalam pembelajaran. Banyak model
pengembangan kurikulum
yang telah ada, dan
masing-masing dari model
pengembangan
kurikulum memiliki karakteristik yang sama,
yang mengacu berbasis
pada tujuan
yang akan dicapai dalam
kurikulum tersebut, seperti
alternatif yang
menekankan pada
kebutuhan mata pelajaran, peserta
didik, penguasaan kompetensi
suatu pekerjaan,
kebutuhan masyarakat atau permasalahan sosial. Ada beberapa model
pengembangan
kurikulum seperti model Tyler, Administratif, Grassroot, Demonstrasi,
Seller dan
Miller, Taba dan model Beauchamp.
Salah satu
aspek yang perlu dipahami dalam
pengembangan kurikuluym adalah
aspek yang
berkaitan dengan organisasi
kurikulum. Organisasi kurikulum
berkaitan
dengan pengaturan
bahan pelajaran, yang selanjutnya memiliki
dampak terhadap
masalah administrative pelaksanaan
proses pembelajaran, team
teaching misalnya
(Olivia, 1992:
285 dalam Ruhimat, T. dkk, 2009: 83). Organisasi kurikulum merupakan
pola atau desain bahan/ isi kurikulum
yang tujuannya untuk mempermudah
siswa
dalam mempelajari
bahan pelajaran serta mempermudah
siswa dalam melakukan
kegiatan
belajar, sehingga tujuan pengembangan dapat dicapai secara efektif.
B. SARAN
Sebenarnya
tidak ada model pengembangan kurikulum dan organisasi kurikulum
yang sangat
ideal bagi peserta didik, karena pada dasarnya setiap peserta didik adalah
individu yang beragam dan tidak
sama satu dengan yang lainnya. Tujuan dari adanya
26
model pengembangan
kurikulum dan organisasi kurikulum
ini adalah satu,
mencerdaskan
peserta didik, yang mana tidak hanya cerdas dalam bidang kajian yang
ditekuninya, namun
diharapkan dapat mengimplementasikan kemampuannya
dalam
kehidupan masyarakat.
Setiap
peserta didik pasti memiliki
kebutuhan dan kemampuan
yang berbeda-
beda, sebagai
guru, kita dituntut untuk memilih kurikulum yang sesuai dengan peserta
didik, pada
dasarnya kurikulumlah yang menyesuaikan peserta
didik, bukan peserta
didik yang
menyesuaikan pada kurikulum.
Jadi, penulis
sarankan untuk memilih model pengembangan kurikulum yang
disesuaikan dengan
kemampuan anak, namun
perlu ditekankan pula, perlu adanya
pemerataan fasilitas
pendidikan di seluruh Indonesia, demi
menysukseskan tujuan
kurikulum yang telah
direncanakan, sehingga tidak ada
daerah yang terlalu maju
ataupun
terlalu tertinggal.
DAFTAR PUSTAKA
27
Hernawan, A.
H., dkk. 2007. Pengembangan
Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta:
Universitas
Terbuka
Johsen, Berit
T. 2000. Kurikulum untuk Pluralitas Kebutuhan Belajar Individual.
(Online).
www.idp-europe.org
Ruhimat, Toto, dkk.
2009. Kurikulum dan
Pembelajaran. Bandung : Jurusan
Kurtekpen.
Rusma. 2008. Manajemen
Kurikulum (Seri Manajemen Sekolah Bermutu). Bandung:
Mulia Mandiri
Press
28
Tidak ada komentar:
Posting Komentar