Sabtu, 10 Desember 2011

ARTIKEL TEORI KURIKULU

A.    PENGERTIAN KURIKULUM
Terdapat tiga definisi kurikulum menurut beberapa ahli, yaitu :
Kurikulum adalah kelompok pengajaran yang sistematik atau urutan subjek yang dipersyaratkan untuk lulus atau sertifikasi dalam pelajaran mayor, misalnya kurikulum pelajaran sosial, kurikulum pendidikan fisika (Carter V. Good dalam Oliva, 191:6)
Kurikulum adalah seluruh pengalaman siswa di bawah bimbingan guru ( Hollis L. Caswell and Doak S. Campbell dalam Oliva, 1991:6)
Kurikulum adalah sebagai sebuah perencanaan untuk memperbaiki seperangkat pembelajaran untuk seseorang agar menjadi terdidik (J. Galen Saylor, William M. Alexander, and arthur J. Lewis dalam Oliva 1991:6)
Telah dikemukakan bahwa  teori kurikulum mencakup lebih dari pengajaran semata, karena ia diarahkan kepada dua elemen, yakni perencanaan dan implementasi. Pendidik  tidak hanya mengajar, namun bertindak berdasarkan perioritas-perioritas tertentu yang telah mereka rencanakan baik secara ekplisit maupun implisit dengan mendahulukan even pengajaran.
Suatu teori juga hurus memberikan petunjuk kepada para pendidik, yang menemukan empat pertanyaan berikut:
1.Apa yang harus dilakukan di kelas?
2.Siapa yang harus dimasukkan dalam perencanaan?
3.Bagaimana kurikulum dapat diimplementasikan?
4.Bagaimana mengevaluasinya?
 B.     TEORI KURIKULUM
1.      Franklin Bobbit : kehidupan manusia terbentuk oleh sejumlah kecakapan, diperoleh melalui pendidikan yakni penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi à TUJUAN Kurikulum. Keseluruhan tujuan & pengalaman menjadi bahan kajian teori kurikulum
2.      1920 : pengaruh pendidikan progresif berkembang gerakan pendidikan yang berpusat pada anak. Isi kurikulum didasarkan pada minat & kebutuhan siswa
3.      Caswell : konsep kurikulum yang berpusat pada masyarakat à kurikulum interaktif yang menekankan pada partisipasi guru
4.      1947 : dirumuskan 3 tugas teori kurikulum :
a.       Identifikasi masalah yang muncul dalam pengembangan kurikulum
b.      Menghubungkan masalah dengan struktur yang mendukungnya
c.       Meramalkan pendekatan di masa yang akan datang
5.      Ralph W Tyler : 4 pertanyaan pokok inti kajian kurikulum :
Ø  Tujuan
Ø  Pengalaman pendidikan
Ø  Organisasi pengalaman
Ø  Evaluasi
6.      1963 : Beauchamp : teori kurikulum berhubungan erat dengan teori-teori lain
7.      Othanel Smith : sumbangan filsafat terhadap teori kurikulum (perumusan tujuan & penyusunan bahan)
8.      Mc Donald (1964) : 4 sistem dalam persekolahan yakni kurikulum, pengajaran, mengajar, belajar
9.      Beauchamp (1960 – 1965) : 6 komponen kurikulum sebagai bidang studi (1) landasan kurikulum, (2) isi kurikulum, (3) disain kurikulum, (4) rekayasa kurikulum, (5) evaluasi kurikulum, (6) penelitian dan pengembangan
10.  Mauritz Johnson (1967) : membedakan kurikulum (tujuan) dengan proses pengembangan kurikulum. Pengalaman belajar merupakan bagian dari pengajaran
11.  Teori hilda taba ( 1962 ), terfokus pada proses berpikir, teori taba merupakan salah satu teori ( dari beberapa teori ) yang telah terkonseptualkan secara penuh dalam bentukl deskriptif dengan cara membenarkan pengunaan teori kurikulum seperti model teori ralp tyler.
12.  Teori B. F. Skinner ( 1953 ), teori ini berpendapat bahwa laki-laki merupakan suatu organisme pasif yang ditentukan oleh stimuli dan disuplai oleh lingkungan eksternal, ( science adn human behaviuor ( 1953 ).
C. FUNGSI TEORI KURIKULUM
Teori kurikulum merupakan suatu alat disiplin ilmu dengan menentukan orientasi ilmu tersebut, memberikan kerangka konseptual tentang cara mensistemasi, mengategorisai dan mengadakan interelasikan data, fakta-fakta menjadi generalisasi empiris sistem generalisasi, meramalkan fakta-fakta, dan memperlihatkan kekurangan-kekurangan dalam pengetahuan manusia mengenai disiplin ilmu tersebut. Karenanya, hanya dengan teori kurikulum saja yang merupakan syarat mutlak mengembangkan kurikulum sebagai disiplin ilmu.
Menurut Nasution(1993), terdapat dua pendirian dalam kaitannyadengan fungsi teori kurikulum tersebut. Pertama , memandang fungsi teori kurikulum sebagai kegiatan intelektual, misalnya dalam hal memahami hakikat pengalaman dalam pendidikan dan pengajaran secara internal dan eksternal.
Kedua : pendirian yang diambil oleh mayoritas para ahli teori kurikulum, yakni dengan cara mencari berbagai pendekatan rasional mengenai cara-cara atau metode-metode pencapaian segala tujuan pedidikan dengan mengandalkan data empiris agar dapat mengvalidasi keunggulan alat-alat tersebut dalam mencapai sasaran yang ada, sehingga keterkaitan yang kokoh antara teori dan praktik bisa menjadi pegangan dari pendirian ini.
Teori kurikulum juga memiliki fungsi yang sangat krusial( penting) yang berhubungan dengan penyususnan, pengembangan, pembinaan, dan evaluasi kurikulum pada khususnya dan pendidikan pada umumnya.
Menurut Subandijah(1993:11) mengungkapkan bahwa ada empat fungsi kurikulum,yakni
Sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan dan memberikan alternatif yang medetail dalam perencanaan kurikulum.
Sebagai landasan sistematis dalam pengambilan keputusan,memilih,menyusun,dan membuat urutan isi kurikulum,
Merupakan pedoman dalam evaluasi formatif bagi kurikulum yang sedang berjalan,dan
Membantu mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan seseorang (pengembangan kurikulum)sehingga merangsang dilakukan riset lebih lanjut.
Kurikulum harus dikembangkan dan disesuaikan sehingga sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi serta masyarakat yang sedang membangun.pengembangan kurkulum harus berdasarkan pada prinsif-prinsif pengembagan kurikulum yang berlaku.maksudnya adalah agar hasil pengembangan kurikulum itu sesuai dengan minat,bakat, kebutuhan perserta didik, lingkungan, kebutuhan daerah, sehingga dapat memperlancar pelaksanaan pendidikan suatu negara dalam rangka mewujudkan cita-cita pembangunan dan pendidikan nasional bangsa yang bersangkutan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Filsafat Dan Sejarah Pendidikan Indonesia

Setiap pemikir mempunyai definisi berbeda tentang makna filsafat karena pengertiannya yang begitu luas dan abstrak. Tetapi secara sederhana filsafat dapat dimaknai bersama sebagai suatu sistim nilai-nilai (systems of values) yang luhur yang dapat menjadi pegangan atau anutan setiap individu, atau keluarga, atau kelompok komunitas dan/atau masyarakat tertentu, atau pada gilirannya bangsa dan negara tertentu. Pendidikan sebagai upaya terorganisasi, terencana, sistimatis, untuk mentransmisikan kebudayaan dalam arti luas (ilmu pengetahuan, sikap, moral dan nilai-nilai hidup dan kehidupan, ketrampilan, dll.) dari suatu generasi ke generasi lain. Adapun visi, misi dan tujuannya yang ingin dicapai semuanya berlandaskan suatu filsafat tertentu. Bagi kita sebagai bangsa dalam suatu negara bangsa (nation state) yang merdeka, pendidikan kita niscaya dilandasi oleh filsafat hidup yang kita sepakati dan anut bersama.

Dalam sejarah panjang kita sejak pembentukan kita sebagai bangsa (nation formation) sampai kepada terbentuknya negara bangsa (state formation dan nation state) yang merdeka, pada setiap kurun zaman, pendidikan tidak dapat dilepaskan dari filsafat yang menjadi fondasi utama dari setiap bentuk pendidikan karena menyangkut sistem nilai-nilai (systems of values) yang memberi warna dan menjadi "semangat zaman" (zeitgeist) yang dianut oleh setiap individu, keluarga, anggota¬-anggota komunitas atau masyarakat tertentu, atau pada gilirannya bangsa dan negara nasional. Landasan filsafat ini hanya dapat dirunut melalui kajian sejarah, khususnya Sejarah Pendidikan Indonesia.

Sebagai komparasi, di negara-negara Eropa (dan Amerika) pada abad ke-19 dan ke-20 perhatian kepada Sejarah Pendidikan telah muncul dari dan digunakan untuk maksud-maksud lebih lanjut yang bermacam-macam, a.l. untuk membangkitkan kesadaran berbangsa, kesadaran akan kesatuan kebudayaan, pengembangan profesional guru-guru, atau untuk kebanggaan terhadap lembaga¬-lembaga dan tipe-tipe pendidikan tertentu. (Silver, 1985: 2266).

Substansi dan tekanan dalam Sejarah Pendidikan itu bermacam-macam tergantung kepada maksud dari kajian itu: mulai dari tradisi pemikiran dan para pemikir besar dalam pendidikan, tradisi nasional, sistim pendidikan beserta komponen-komponennya, sampai kepada pendidikan dalam hubungannya dengan sejumlah elemen problematis dalam perubahan sosial atau kestabilan, termasuk keagamaan, ilmu pengetahuan (sains), ekonomi, dan gerakan-gerakan sosial. Sehubungan dengan MI semua Sejarah Pendidikan erat kaitannya dengan sejarah intelektual dan sejarah sosial. (Silver, 1985: Talbot, 1972: 193-210)

Esensi dari pendidikan itu sendiri sebenarnya ialah pengalihan (transmisi) kebudayaan (ilmu pengetahuan, teknologi, ide-ide dan nilai-nilai spiritual serta (estetika) dari generasi yang lebih tua kepada generasi yang lebih muda dalam setiap masyarakat atau bangsa. Oleh sebab itu sejarah dari pendidikan mempunyai sejarah yang sama tuanya dengan masyarakat pelakunya sendiri, sejak dari pendidikan informal dalam keluarga batih, sampai kepada pendidikan formal dan non-formal dalam masyarakat agraris maupun industri.

Selama ini Sejarah Pendidikan masih menggunakan pendekatan lama atau "tradisional" yang umumnya diakronis yang kajiannya berpusat pada sejarah dari ide¬-ide dan pemikir-pemikir besar dalam pendidikan, atau sejarah dan sistem pendidikan dan lembaga-lembaga, atau sejarah perundang-undangan dan kebijakan umum dalam bidang pendidikan. (Silver, 1985: 2266) Pendekatan yang umumnya diakronis ini dianggap statis, sempit serta terlalu melihat ke dalam. Sejalan dengan perkembangan zaman dan kemajuan dalam pendidikan beserta segala macam masalah yang timbul atau ditimbulkannya, penanganan serta pendekatan baru dalam Sejarah Pendidikan dirasakan sebagai kebutuhan yang mendesak oleh para sejarawan pendidikan kemudian. (Talbot, 1972: 206-207)

Para sejarawan, khususnya sejarawan pendidikan melihat hubungan timbal balik antara pendidikan dan masyarakat; antara penyelenggara pendidikan dengan pemerintah sebagai representasi bangsa dan negara yang merumuskan kebijakan (policy) umum bagi pendidikan nasional. Produk dari pendidikan menimbulkan mobilitas sosial (vertikal maupun horizontal); masalah-masalah yang timbul dalam pendidikan yang dampak-dampaknya (positif ataupun negatif) dirasakan terutama oleh masyarakat pemakai, misalnya, timbulnya golongan menengah yang menganggur karena jenis pendidikan tidak sesuai dengan pasar kerja; atau kesenjangan dalam pemerataan dan mutu pendidikan; pendidikan lanjutan yang hanya dapat dinikmati oleh anak-anak orang kaya dengan pendidikan terminal dari anak-¬anak yang orang tuanya tidak mampu; komersialisasi pendidikan dalam bentuk yayasan-yayasan dan sebagainya. Semuanya menuntut peningkatan metodologis penelitian dan penulisan sejarah yang lebih baik danipada sebelumnya untuk menangani semua masalah kependidikan ini.

Sehubungan dengan di atas pendekatan Sejarah Pendidikan baru tidak cukup dengan cara-cara diakronis saja. Perlu ada pendekatan metodologis yang baru yaitu a.l, interdisiplin. Dalam pendekatan interdisiplin dilakukan kombinasi pendekatan diakronis sejarah dengan sinkronis ilmu-ihmu sosial. Sekarang ini ilmu-ilmu sosial tertentu seperti antropologi, sosiologi, dan politik telah memasuki "perbatasan" (sejarah) pendidikan dengan "ilmu-ilmu terapan" yang disebut antropologi pendidikan, sosiologi pendidikan, dan politik pendidikan. Dalam pendekatan ini dimanfaatkan secara optimal dan maksimal hubungan dialogis "simbiose mutualistis" antara sejarah dengan ilmu-ilmu sosial.

Sejarah Pendidikan Indonesia dalam arti nasional termasuk relatif baru. Pada zaman pemerintahan kolonial telah juga menjadi perhatian yang diajarkan secara diakronis sejak dari sistem-sistem pendidikan zaman Hindu, Islam, Portugis, VOC, pemerintahan Hindia-Belanda abad ke-19. Kemudian dilanjutkan dengan pendidikan zaman Jepang dan setelah Indonesia merdeka model diakronis ini masih terus dilanjutkan sampai sekarang.